Resensi Buku - SEPULUH TAHUN KOPERASI (1930-1940)
Koperasi Melawan Kapitalisme
Koperasi adalah pilar bagi ekonomi rakyat. Gerakan koperasi merupakan wadah organisasi pergerakan dalam melawan kapitalisme, dan tentunya kolonialisme. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh founding father bangsa ini, Soekarno (Presiden Pertama RI), kolonialisme sebenarnya tak lain adalah terusan dari kapitalisme.
Dalam sejarah perkembangan koperasi di Indonesia, memang berangkat dari perjuangan beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong diri sendiri dan manusia sesamanya. Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh seorang Pamong Praja Patih R Aria Wiria Atmaja di Purwokerto, Jawa Tengah, pada tahun 1896. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan kongres koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal dilaksanakannya kongres ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Buku Sepuluh Tahun Koperasi (1930-1940) karya RM Margono Djojohadikusumo ini bisa disebut sebagai buku paling klasik yang pernah ditulis oleh orang Indonesia mengenai perkembangan gerakan koperasi di negeri Indonesia. Ini merupakan warisan intelektual yang dapat menjelaskan lahirnya di Hindia Belanda. Sehingga kedudukan buku ini menjadi sangat penting dalam melihat perkembangan koperasi di masa awal pergerakan.
RM Margono Djojohadikusumo (1894-1978) ayahanda dari Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo, bukan hanya seorang sarjana dengan latar belakang pendidikan yang cukup, juga seorang pegawai Jawatan Perkreditan Rakyat (dan kemudian Jawatan Koperasi) pada pemerintahan kolonial dengan pengalaman lapangan yang panjang. Ia seorang nasionalis yang memperhatikan dan terlibat dalam persoalan-persoalan mikro. Dengan demikian buku ini bukan sekadar produk pengamatan dari belakang meja, melainkan juga refleksi atas pengalaman penulisnya bergelut dengan persoalan kredit rakyat dan koperasi dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Dalam kelembagaan koperasi, rakyat ditempatkan sebagai subjek (people based) sekaligus sebagai pusat dari kegiatan ekonomi (people centered). Ini jelas berseberangan dengan gagasan kapitalisme yang berpijak pada paham individualisme, atau berorientasi pada kepentingan diri sendiri (self interst). Meski begitu mulia tujuan yang ingin dicapai dalam lembaga koperasi ini, tapi sepertinya sampai saat ini pertentangan antara gerakan koperasi dan kapitalisme belum akan berakhir. Sehingga, penerbitan ulang buku ini seolah menghangatkan kembali ingatan kita tentang pentingnya perekonomian rakyat. Hanya di atas pilar kuatnya ekonomi rakyat, maka Indonesia bisa bertegak menghadapi tantangan zaman.
Judul : SEPULUH TAHUN KOPERASI (1930-1940)
Penulis : RM Margono Djojohadikusumo
Diterbitkan : Fadli Zon Library
Cetakan Edisi Baru : Juli 2013
Tebal : 136 halaman
ISBN : 978-602-7898-04-2
Jenis Cover : Hard Cover
Dimensi : 15,5 x 24 cm
(Suro Prapanca)
Bandung, 4 September 2013
Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 6 Oktober 2013
Koperasi adalah pilar bagi ekonomi rakyat. Gerakan koperasi merupakan wadah organisasi pergerakan dalam melawan kapitalisme, dan tentunya kolonialisme. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh founding father bangsa ini, Soekarno (Presiden Pertama RI), kolonialisme sebenarnya tak lain adalah terusan dari kapitalisme.
Dalam sejarah perkembangan koperasi di Indonesia, memang berangkat dari perjuangan beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong diri sendiri dan manusia sesamanya. Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh seorang Pamong Praja Patih R Aria Wiria Atmaja di Purwokerto, Jawa Tengah, pada tahun 1896. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan kongres koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Tanggal dilaksanakannya kongres ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Buku Sepuluh Tahun Koperasi (1930-1940) karya RM Margono Djojohadikusumo ini bisa disebut sebagai buku paling klasik yang pernah ditulis oleh orang Indonesia mengenai perkembangan gerakan koperasi di negeri Indonesia. Ini merupakan warisan intelektual yang dapat menjelaskan lahirnya di Hindia Belanda. Sehingga kedudukan buku ini menjadi sangat penting dalam melihat perkembangan koperasi di masa awal pergerakan.
RM Margono Djojohadikusumo (1894-1978) ayahanda dari Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo, bukan hanya seorang sarjana dengan latar belakang pendidikan yang cukup, juga seorang pegawai Jawatan Perkreditan Rakyat (dan kemudian Jawatan Koperasi) pada pemerintahan kolonial dengan pengalaman lapangan yang panjang. Ia seorang nasionalis yang memperhatikan dan terlibat dalam persoalan-persoalan mikro. Dengan demikian buku ini bukan sekadar produk pengamatan dari belakang meja, melainkan juga refleksi atas pengalaman penulisnya bergelut dengan persoalan kredit rakyat dan koperasi dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Dalam kelembagaan koperasi, rakyat ditempatkan sebagai subjek (people based) sekaligus sebagai pusat dari kegiatan ekonomi (people centered). Ini jelas berseberangan dengan gagasan kapitalisme yang berpijak pada paham individualisme, atau berorientasi pada kepentingan diri sendiri (self interst). Meski begitu mulia tujuan yang ingin dicapai dalam lembaga koperasi ini, tapi sepertinya sampai saat ini pertentangan antara gerakan koperasi dan kapitalisme belum akan berakhir. Sehingga, penerbitan ulang buku ini seolah menghangatkan kembali ingatan kita tentang pentingnya perekonomian rakyat. Hanya di atas pilar kuatnya ekonomi rakyat, maka Indonesia bisa bertegak menghadapi tantangan zaman.
Judul : SEPULUH TAHUN KOPERASI (1930-1940)
Penulis : RM Margono Djojohadikusumo
Diterbitkan : Fadli Zon Library
Cetakan Edisi Baru : Juli 2013
Tebal : 136 halaman
ISBN : 978-602-7898-04-2
Jenis Cover : Hard Cover
Dimensi : 15,5 x 24 cm
(Suro Prapanca)
Bandung, 4 September 2013
Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 6 Oktober 2013
Belum ada Komentar untuk "Resensi Buku - SEPULUH TAHUN KOPERASI (1930-1940)"
Posting Komentar