Resensi Buku - TUHAN DALAM OTAK MANUSIA
Neurosains Spiritual, Menjaring Pemimpin yang Sehat dan Waras
Krisis bangsa ini, yaitu situasi ketika hari demi hari masyarakat selalu dihadapkan pada gejala perilaku yang menyimpang, berakar pada krisis spiritualitas. Oleh karena itu, mestinya kita kian menyadari betapa pentingnya gaya hidup holistik yang tidak hanya memperhatikan aspek-aspek materiil, tetapi juga menekankan pentingnya kehidupan spiritual.
Sifat dan perilaku spiritual —makna hidup, pengalaman spiritual, emosi positif, dan ritual— memiliki pengaruh yang luar biasa dalam banyak hal, dan dalam konteks buku karya dokter Taufik Pasiak ini, pengaruhnya terhadap kesehatan. Diketahui dari riset bahwa mereka yang hidup dengan komponen-komponen spiritual tersebut memiliki kehidupan yang relatif lebih stabil dan lebih berbahagia. Contohnya, mereka yang kerap mengucapkan rasa syukur atas segala sesuatu, atau mereka yang lebih sering mengunjungi rumah ibadah, ternyata lebih tahan terhadap depresi atau kecenderungan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukannya.
Kembali pada krisis yang terjadi pada bangsa ini, menyaksikan laku kumuh koruptor di Indonesia yang marak sekarang ini dan hampir merata di seantero Nusantara. Jadi, sungguh sangat mengentakkan nurani dan nalar sehat kita, itu dilakukan bukan oleh kelas tidak terpelajar, melainkan justru kelas menengah terpelajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan yang tidak berbasis pada keterpaduan dan integrasi antara ruh ke-Ilahi-an (transendental) dengan aktivitas otak manusia, hanya akan melahirkan orang pintar yang menjadi “pelacur dan koruptor intelektual”.
Mestinya, manusia harus benar-benar bersyukur dikaruniai otak yang merupakan karya mahabesar Sang Khalik Pencipta Alam, Tuhan Yang Mahakuasa Allah SWT. Sekaligus, itu merupakan hadiah mahabesar untuk manusia dan alam sekitarnya. Sebagai pemimpin di muka bumi, semua tindakan manusia yang dikontrol otak, sangat berpengaruh terhadap pembangunan peradaban, termasuk lingkungan di mana manusia hidup. Jika otaknya sehat, maka sehat pulalah alam sekitarnya, demikian pula sebaliknya.
Mungkin kita menyimpan tanda tanya besar, misalnya dalam pemeriksaan kesehatan (health assessment), baik itu untuk kepentingan pemetaan maupun dimaksudkan untuk tes kelaikan, dimensi spiritualitas ini kurang atau tidak disentuh sama sekali. Mengapa pemeriksaan yang dilakukan selama ini terhadap pejabat-pejabat tidak berhasil mengetahui bagaimana mereka memanifestasikan spiritualitas dalam kehidupan mereka? Sehingga, meskipun mereka lolos dalam pemeriksaan yang selama ini dipakai, kemudian terbukti bahwa saat berkuasa, mereka tetap saja melakukan korupsi dan kejahatan.
Sepertinya, diperlukan alat periksa lain yang memiliki kemampuan memetakan dimensi lain dari manusia, yaitu dimensi spiritualitasnya. Jika kesehatan spiritual diterapkan dalam pemeriksaan dan diagnosis penyakit, maka pengelolaan dalam bentuk rekam medis dan terapi akan memberikan nuansa tersendiri dalam pengelolaan pasien. Bahkan, sungguh menarik jika kemudian para koruptor disebut sebagai penderita penyakit spiritual. Atau secara sarkastis agar berefek jera, koruptor ini disebut sebagai orang gila ruhani.
Maka, buku dengan judul Tuhan dalam Otak Manusia, bisa menjadi kebijakan pemerintah untuk melibatkan pendekatan neurosains spiritual dalam melakukan fit and proper test calon pemangku amanah negara. Karya tulisan Taufik Pasiak adalah sebuah hasil pengembaraan spiritual seorang profesi dokter yang hadir ketika bangsa ini memerlukan metode rekrutmen yang mampu menjaring pemimpin yang sehat dan waras otaknya, buah dari hadirnya Tuhan dalam otak manusia.
Judul : TUHAN DALAM OTAK MANUSIA:
Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains
ISBN : 978-979-433-725-7
Karya : Dr. Taufik Pasiak, dr., M.Pd., M.Kes.
Diterbitkan : Penerbit Mizan, PT Mizan Pustaka
Cetakan I : Juli 2012
Tebal : 474 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 15,5 x 23,5 cm
Kategori : Wacana
Bandung, 22 Maret 2013
Suro Prapanca
Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 24 Maret 2013
Krisis bangsa ini, yaitu situasi ketika hari demi hari masyarakat selalu dihadapkan pada gejala perilaku yang menyimpang, berakar pada krisis spiritualitas. Oleh karena itu, mestinya kita kian menyadari betapa pentingnya gaya hidup holistik yang tidak hanya memperhatikan aspek-aspek materiil, tetapi juga menekankan pentingnya kehidupan spiritual.
Sifat dan perilaku spiritual —makna hidup, pengalaman spiritual, emosi positif, dan ritual— memiliki pengaruh yang luar biasa dalam banyak hal, dan dalam konteks buku karya dokter Taufik Pasiak ini, pengaruhnya terhadap kesehatan. Diketahui dari riset bahwa mereka yang hidup dengan komponen-komponen spiritual tersebut memiliki kehidupan yang relatif lebih stabil dan lebih berbahagia. Contohnya, mereka yang kerap mengucapkan rasa syukur atas segala sesuatu, atau mereka yang lebih sering mengunjungi rumah ibadah, ternyata lebih tahan terhadap depresi atau kecenderungan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukannya.
Kembali pada krisis yang terjadi pada bangsa ini, menyaksikan laku kumuh koruptor di Indonesia yang marak sekarang ini dan hampir merata di seantero Nusantara. Jadi, sungguh sangat mengentakkan nurani dan nalar sehat kita, itu dilakukan bukan oleh kelas tidak terpelajar, melainkan justru kelas menengah terpelajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan yang tidak berbasis pada keterpaduan dan integrasi antara ruh ke-Ilahi-an (transendental) dengan aktivitas otak manusia, hanya akan melahirkan orang pintar yang menjadi “pelacur dan koruptor intelektual”.
Mestinya, manusia harus benar-benar bersyukur dikaruniai otak yang merupakan karya mahabesar Sang Khalik Pencipta Alam, Tuhan Yang Mahakuasa Allah SWT. Sekaligus, itu merupakan hadiah mahabesar untuk manusia dan alam sekitarnya. Sebagai pemimpin di muka bumi, semua tindakan manusia yang dikontrol otak, sangat berpengaruh terhadap pembangunan peradaban, termasuk lingkungan di mana manusia hidup. Jika otaknya sehat, maka sehat pulalah alam sekitarnya, demikian pula sebaliknya.
Mungkin kita menyimpan tanda tanya besar, misalnya dalam pemeriksaan kesehatan (health assessment), baik itu untuk kepentingan pemetaan maupun dimaksudkan untuk tes kelaikan, dimensi spiritualitas ini kurang atau tidak disentuh sama sekali. Mengapa pemeriksaan yang dilakukan selama ini terhadap pejabat-pejabat tidak berhasil mengetahui bagaimana mereka memanifestasikan spiritualitas dalam kehidupan mereka? Sehingga, meskipun mereka lolos dalam pemeriksaan yang selama ini dipakai, kemudian terbukti bahwa saat berkuasa, mereka tetap saja melakukan korupsi dan kejahatan.
Sepertinya, diperlukan alat periksa lain yang memiliki kemampuan memetakan dimensi lain dari manusia, yaitu dimensi spiritualitasnya. Jika kesehatan spiritual diterapkan dalam pemeriksaan dan diagnosis penyakit, maka pengelolaan dalam bentuk rekam medis dan terapi akan memberikan nuansa tersendiri dalam pengelolaan pasien. Bahkan, sungguh menarik jika kemudian para koruptor disebut sebagai penderita penyakit spiritual. Atau secara sarkastis agar berefek jera, koruptor ini disebut sebagai orang gila ruhani.
Maka, buku dengan judul Tuhan dalam Otak Manusia, bisa menjadi kebijakan pemerintah untuk melibatkan pendekatan neurosains spiritual dalam melakukan fit and proper test calon pemangku amanah negara. Karya tulisan Taufik Pasiak adalah sebuah hasil pengembaraan spiritual seorang profesi dokter yang hadir ketika bangsa ini memerlukan metode rekrutmen yang mampu menjaring pemimpin yang sehat dan waras otaknya, buah dari hadirnya Tuhan dalam otak manusia.
Judul : TUHAN DALAM OTAK MANUSIA:
Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains
ISBN : 978-979-433-725-7
Karya : Dr. Taufik Pasiak, dr., M.Pd., M.Kes.
Diterbitkan : Penerbit Mizan, PT Mizan Pustaka
Cetakan I : Juli 2012
Tebal : 474 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 15,5 x 23,5 cm
Kategori : Wacana
Bandung, 22 Maret 2013
Suro Prapanca
Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 24 Maret 2013
Belum ada Komentar untuk "Resensi Buku - TUHAN DALAM OTAK MANUSIA"
Posting Komentar