Top Ads

Resensi Buku - Alazhi, Perawan Xinjiang

Alazhi, Tragedi Kehidupan Saudara Muslim Uyghur

Rasa ingin tahun penulis novel, Nuthayla Anwar Shihab, akan kehidupan Muslimin Uyghur di Xinjiang, Cina, selalu mengusik hatinya. Bagaimana rasanya menjadi sekelompok manusia yang “berbeda” di tengah negara raksasa yang selalu memagari dirinya dengan tirai bambu? Mungkin juga mengusik hati saudara Muslim di penjuru dunia, tak terkecuali negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia?

Novel dengan judul Alazhi Perawan Xinjiang: Perjalanan Cinta Gadis Muslim Uyghur ini, pasti akan memenuhi sedikit keingintahuan itu. Sang penulis novel, Nuthayla, sampai harus meluangkan waktunya berkunjung ke negeri Cina. Untuk sebuah tekad, mencari jawaban semua itu. Dan, takdir mempertemukannya dengan sang tokoh dalam novel ini, Alazhi binti Musha. Sungguh, dia berhasil mengorek cerita tentang kehidupan Muslim di Provinsi Xinjiang, Cina, itu. Kisah yang sanggup menjungkirbalikkan perasaan.


Penulisan yang didahului dengan riset dari sumber-sumber tertulis itu, mengajak pembaca novel dengan ketebalan 440 halaman ini seolah bisa merasakan langsung kepedihan di bumi Kashgar, Provinsi Xinjiang, Cina. Derita dan trauma umat Muslim di sana, serta kepiluan keluarga Alazhi (yang menjadi tokoh utama dalam novel ini) sungguh benar adanya.

Sebagai minoritas di sebuah negara raksasa, suku Muslim Uyghur hidup dalam bayang-bayang teror yang dilakukan Pemerintah Cina. Alazhi, putri Damullah Musha, pemuka agama di Kashgar, Xinjiang, sejak kecil melihat betapa tak adilnya kehidupan yang dialami sukunya. Tekanan dari pemerintah membuat umat Uyghur apalagi yang perempuan tak bisa berkiprah bebas.

Ingin berkiprah lebih bebas, Alazhi menolak lamaran Mammet Hassan dan lari ke Guang Zhou. Dia menentang perintah sang Ayah yang tak mengizinkan putrinya bekerja di kota lain, mengabaikan kesedihan ibunya. Pilihan Alazhi menimbulkan dendam di hati Yasen, sang adik bungsu yang terpaksa mengorbankan masa depannya demi menjaga orang tua mereka.

Karier dan gemerlap Guang Zhou ternyata tak memuaskan hati Alazhi. Meski kini dia menjelma sebagai gadis modern, jiwanya sebagai gadis Muslim Uyghur tetap tertinggal. Ketika Xinjiang bergolak oleh demonstrasi, Alazhi kian resah, mencemaskan keluarganya. Dia terperangkap antara keinginan untuk kembali bersama keluarganya, atau terus mengejar kariernya. Sanggupkah dia terus menggenggam bara, sementara di kampung, keluarganya tengah bertahan dari pembantaian?

Judul : Alazhi, Perawan Xinjiang: Perjalanan Cinta Gadis Muslim Uyghur
ISBN : 978-602-9225-67-9
Karya : Nuthayla Anwar Shihab
Penyunting : Ary Nilandari
Proofreader : Wiwien Widyawanti
Diterbitkan : Penerbit Qanita, PT Mizan Pustaka
Cetakan I : Desember 2012
Tebal : 440 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 13,5 x 20,5 cm
Kategori : Novel

Bandung, 20 Januari 2012
Suro Prapanca 



Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 17 Februari 2013

Belum ada Komentar untuk "Resensi Buku - Alazhi, Perawan Xinjiang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

banner 728x90

Iklan Bawah Artikel